DiksiNasi, CIAMIS — Insiden tenggelamnya Danendra Gibran Ramadani (12), siswa SDN 2 Pamalayan, bukan sekadar kabar duka.
Tragedi yang terjadi di Sungai Cileueur, Leuwi Sentul, Minggu (04/05/2025) sore, menyibak persoalan mendasar: lemahnya pengawasan dan minimnya edukasi keselamatan bagi anak-anak di area rawan bencana.
Gibran menghembuskan napas terakhirnya setelah terbawa arus sungai yang deras, tak lama setelah ia mengeluh pusing saat berenang bersama tiga temannya.
Keempat anak itu semula hanya bermain di area persawahan.
Tanpa pendampingan orang dewasa, mereka memilih mandi di sungai yang terlihat tenang namun menyimpan arus dalam.
“Kami sangat prihatin dan berduka atas peristiwa ini. Kami imbau orang tua lebih waspada, jangan biarkan anak-anak bermain di sungai tanpa pengawasan,” ujar Kapolsek Cijeungjing, AKP Jajang Sahidin.
Sungai yang Tampak Aman, Nyatanya Mematikan
Sungai Cileueur, terutama di titik Leuwi Sentul, dikenal memiliki kontur dalam dan arus bawah yang tidak bisa ditebak.
Warga sekitar mengakui bahwa lokasi tersebut memang sering dijadikan tempat bermain anak-anak, terlebih saat musim kemarau.
Sandi, warga yang turut dalam proses evakuasi korban, mengungkapkan betapa sulitnya penyelamatan dilakukan saat insiden terjadi.
“Kami langsung turun setelah anak-anak minta tolong, tapi arus sungai sangat kuat. Gibran baru ketemu satu jam kemudian, tersangkut di bawah pohon bambu,” tuturnya.
Kepala Desa Pamalayan, Agus Lutfi, menegaskan bahwa meski kejadian ini dianggap musibah, pemerintah desa akan lebih gencar memberikan edukasi kepada warganya.
“Ini peringatan serius. Kami akan evaluasi tempat-tempat rawan seperti ini agar lebih aman untuk anak-anak,” ujarnya.