Skandal Pokir DPRD OKU dengan Kadis PUPR: KPK Bongkar Jatah Rp 40 Miliar dalam Manipulasi Anggaran Proyek

Dampak Skandal Pokir DPRD OKU terhadap Tata Kelola Anggaran Daerah

banner 468x60

DiksiNasi, Palembang Kasus suap yang melibatkan anggota DPRD Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, mengguncang kepercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran daerah.

Skandal ini menunjukkan bagaimana kebijakan anggaran bisa dimanipulasi demi kepentingan kelompok tertentu.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa tiga anggota DPRD meminta alokasi Rp 40 miliar dalam bentuk proyek fisik untuk meloloskan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2025.

Manipulasi Anggaran dengan Kedok Proyek Infrastruktur

Menurut KPK, pokok pikiran (pokir) yang seharusnya berjalan untuk pembangunan daerah justru menjadi alat tawar-menawar politik.

Tiga anggota DPRD, yaitu Ferlan Juliansyah (FJ), M Fahrudin (MFR), dan Umi Hartati (UH), meminta jatah proyek kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) OKU, Nopriansyah (NOP), agar RAPBD 2025 bisa disetujui.

“Pada pembahasan tersebut, perwakilan dari DPRD meminta jatah pokir. Kemudian timbul kesepakatan bahwa jatah tersebut berubah menjadi proyek fisik di Dinas PUPR senilai Rp 40 miliar,” ungkap Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Jakarta. Minggu, (16/03/2025).

Namun, karena keterbatasan anggaran, nilai tersebut berkurang menjadi Rp 35 miliar.

Meskipun demikian, DPRD tetap meminta fee 20 persen dari total proyek yang ada.

Dampak terhadap Masyarakat dan Pembangunan

Praktik ini berpotensi menghambat pembangunan karena proyek yang dirancang lebih berorientasi pada kepentingan elite ketimbang kebutuhan masyarakat.

Anggaran yang seharusnya teralokasikan secara transparan malah mereka kondisikan agar menguntungkan pihak tertentu.

KPK mengungkap bahwa anggaran Dinas PUPR naik dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar demi menyesuaikan dengan kesepakatan tersebut.

banner 336x280

Komentar