“Indikasi kuatnya karena yang mendapat perpanjangan kontrak, itu titipan dari pejabat aktif,” ungkap seorang pegawai yang telah bekerja selama sembilan tahun di rumah sakit tersebut.
Harapan pegawai menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sesuai arahan Presiden RI Prabowo justru berujung pada PHK sepihak.
Hal ini semakin memperburuk situasi dan moral pegawai yang merasa mendapat perlakuan tidak adil.
Penjelasan Manajemen dan Dukungan Pemerintah
Mengutip dari inews.id, Direktur RSUD dr. Soekardjo, dr. H. Budi Tirmadi, menjelaskan bahwa langkah ini mereka ambil sebagai bagian dari upaya rasionalisasi demi menjaga kelangsungan rumah sakit di tengah keterbatasan anggaran.
Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut telah mendapatkan dukungan dari Pj. Wali Kota Tasikmalaya, Asep Sukmana, dan Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya.
“RSUD dr. Soekardjo harus memastikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tetap berjalan optimal meski menghadapi keterbatasan anggaran. Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan dengan memaksimalkan sumber daya manusia yang ada,” jelasnya.
Kondisi keuangan RSUD yang tidak sehat, juga menjadi pemicu pendorong munculnya keputusan ini.
Beban operasional yang tinggi, termasuk jumlah pegawai yang mencapai 1.350 orang, serta piutang lebih dari Rp20 miliar dari Pemkot dan Pemkab Tasikmalaya, menjadi alasan utama rasionalisasi pegawai.
Momentum Evaluasi Manajemen
Menurut dr. Budi Tirmadi, keputusan untuk tidak memperpanjang kontrak 56 pegawai ini menjadi momentum bagi RSUD dr. Soekardjo untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap manajemen dan pelayanan rumah sakit.
“Meski sulit, langkah ini juga kami anggap perlu untuk menjamin keberlanjutan pelayanan kesehatan di Kota Tasikmalaya,” tambahnya.
Namun, langkah ini masih menyisakan polemik di kalangan pegawai dan masyarakat.
Transparansi seleksi serta solusi jangka panjang untuk meningkatkan efisiensi rumah sakit menjadi pekerjaan rumah yang mendesak bagi manajemen RSUD dr. Soekardjo.