DiksiNasi, Jakarta – Meninggalnya Suparta, terdakwa utama dalam kasus megakorupsi tata niaga timah, tidak serta-merta menghentikan langkah hukum Kejaksaan Agung.
Kendati tuntutan pidana terhadap mantan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin itu resmi gugur, Kejagung memastikan upaya pemulihan kerugian negara tetap berlanjut.
“Karena terdakwa sudah meninggal, jaksa akan mengalihkan proses ke ranah perdata dan menggugat ahli warisnya,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, Selasa (29/04/2025).
Suparta meninggal dalam tahanan di Lapas Cibinong pada Senin malam.
Ia sempat tak sadarkan diri dan dilarikan ke RSUD Cibinong, namun nyawanya tidak tertolong.
Dalam perkara yang menjeratnya, Suparta divonis 19 tahun penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp4,57 triliun, yang bila tak dibayar, diganti dengan tambahan kurungan 10 tahun.
Tanggung Jawab Waris dalam Kasus Korupsi
Kejagung menegaskan, meskipun Suparta telah meninggal dunia, tanggung jawab pengembalian uang hasil korupsi tetap bisa menjadi beban bagi ahli waris melalui gugatan perdata.
“Pasal 34 UU Nomor 31 Tahun 1999 memberi kewenangan jaksa pengacara negara untuk menggugat perdata jika terdakwa meninggal dunia. Kita akan kaji dulu langkah-langkah hukumnya,” jelas Harli.
Langkah ini membuka ruang hukum penting yang kerap terabaikan: korupsi yang menimbulkan kerugian besar tetap bisa pulih meski pelaku utama telah tiada.
Kejagung menyatakan tengah menyiapkan langkah strategis agar uang negara senilai triliunan rupiah tidak lenyap begitu saja.
Komentar