Setelah berbelanja di pasar, ia menggoreng dagangannya dan mulai berjualan sebelum berangkat kuliah pukul 06.45 WIB.
Sepulang kuliah pukul 12.30 WIB, ia kembali menjajakan gorengan hingga pukul 18.00 WIB. Jika ada perkuliahan malam, ia tetap mengikutinya.
“Hari Minggu saya gunakan untuk istirahat dan refreshing,” katanya.
Perjuangan Awi tidak selalu mulus. Ia pernah merasakan dagangannya tidak laku, bahkan sempat beralih menjual pempek dan mi ayam sebelum akhirnya fokus pada gorengan.
Kini, dengan penghasilan rata-rata Rp300 ribu per hari, Awi mampu membiayai pendidikan dan hidupnya tanpa bergantung pada orang tua.
Cita-Cita Tinggi di Tengah Cobaan
Selama menempuh pendidikan, Awi sering mendapat cibiran dari tetangga.
“Ada yang bilang, ‘Keahlianmu hanya buat gorengan, mana mungkin bisa kuliah tinggi.’ Itu justru menjadi motivasi saya,” kenangnya.
Setelah lulus, Awi berencana melanjutkan pendidikan hingga jenjang S-2, bahkan bercita-cita menimba ilmu di luar negeri.
Saat ini, ia ingin kembali ke kampung halamannya sambil mencari pekerjaan dan tetap berjualan gorengan.
“Saya berminat jadi wirausaha. Dulu waktu kecil, cita-cita saya ingin jadi presiden, tapi sekarang saya fokus pada hal yang bisa saya capai,” ucapnya sambil tersenyum.
Inspirasi bagi Generasi Muda
Kisah Asnawi menjadi bukti bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk meraih mimpi.
Dengan kerja keras, disiplin, dan doa, siapa pun bisa mencapai apa yang diimpikan.
“Penjual gorengan pun bisa jadi sarjana,” pesan Awi kepada generasi muda yang sedang berjuang mengejar cita-citanya.