DiksiNasi, JAKARTA – UKT Mahal di Indonesia terus menjadi sorotan publik, membenarkan anggapan bahwa kuliah hanya untuk mereka yang mampu.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi pada 2023 hanya sebesar 31,45%, menandakan rendahnya akses pendidikan tinggi di kalangan masyarakat.
Akses Pendidikan Tinggi Rendah, UKT Mahal
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut, anggaran pendidikan sebesar Rp665 triliun pada 2024 masih belum mampu mengatasi masalah ini.
“Masih rendahnya akses ke pendidikan tinggi menjadi salah satu tantangan utama di bidang pendidikan,” kata Kemenkeu dalam dokumen KEM-PPKF 2025.
APK Perguruan Tinggi di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan Singapura yang mencapai 97% dan Thailand 49% pada 2021.
Untuk meningkatkan APK, pemerintah memperluas program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah.
Pada APBN 2024, tercatat ada 605.400 mahasiswa penerima KIP Kuliah. Kementerian Keuangan juga mengkaji opsi skema student loan untuk mengurangi angka putus kuliah.
“Perluasan KIP Kuliah dan beasiswa afirmasi melalui optimalisasi dana abadi pendidikan bisa menjadi solusi,” tulis Kemenkeu. Kamis (7/3/2024).
Isu UKT mahal terus menjadi polemik.
Komisi X DPR meminta evaluasi dari Kemendikbud-Ristek atas kenaikan UKT hingga 500%.
“UKT tinggi menyulitkan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu,” ujar pengamat pendidikan Ubaid Matraji. Sabtu, (25/04/2024).
Kebijakan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) dinilai turut berkontribusi pada mahalnya biaya kuliah.
“Akar masalah UKT tinggi ini adalah kebijakan PTNBH yang mengarahkan universitas menjadi badan otonom,” jelas Ubaid.
Gelombang protes mahasiswa merebak.
Di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan Universitas Sumatera Utara (USU), mahasiswa berunjuk rasa menolak kenaikan UKT.