DiksiNasi, JAKARTA — Langkah agresif bank-bank di Indonesia menutup ribuan kantor cabang menuai kekhawatiran soal potensi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Meski Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut penutupan kantor sebagai bentuk efisiensi dan transformasi digital, para pengamat menilai narasi itu belum menjawab sepenuhnya kegelisahan di lapangan.
“Angka penutupan kantor bank yang mencapai ribuan dalam waktu singkat jelas menimbulkan tekanan besar terhadap sektor tenaga kerja perbankan, terutama level operasional,” ungkap (sebut saja Fulan) seorang pakar ekonomi dari universitas ternama di Jakarta yang enggan disebut namanya. Sabtu, (14/06/2025).
Ia menilai bahwa narasi pelatihan ulang dan realokasi pegawai hanyalah solusi sementara yang belum menyentuh akar persoalan.
2.700 Kantor Hilang, Nasib Pegawai Digantung
Berdasarkan data OJK, jumlah kantor bank umum di Indonesia menyusut dari 23.853 pada Januari 2025 menjadi hanya 21.130 pada Februari 2025.
Dalam satu bulan, lebih dari 2.700 kantor tutup—angka yang mencerminkan percepatan luar biasa.
Meski Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa “proses penutupan cabang yang berdampak pada pengurangan pegawai telah terantisipasi melalui program pelatihan ulang dan realokasi ke unit bisnis lain,” hal tersebut belum sepenuhnya menjawab kekhawatiran publik.
“Adopsi teknologi digital dalam layanan perbankan memungkinkan nasabah mengakses layanan kapan saja dan di mana saja, sehingga efisiensi operasional menjadi fokus utama,” ujar Dian.
Terlebih, belum ada data transparan terkait berapa persen pegawai yang berhasil terealokasi secara efektif.
“Transformasi digital tidak otomatis menyerap semua tenaga kerja yang terdampak. Banyak dari mereka yang tidak memiliki latar belakang teknologi atau keahlian digital,” tambah Fulan.
Ia menyebut, pemerintah dan OJK semestinya mendorong bank-bank untuk melakukan pelaporan publik secara berkala terkait penyerapan ulang tenaga kerja terdampak.
Di Balik Narasi Efisiensi: Efek Domino di Daerah
Penutupan kantor tidak hanya berdampak pada karyawan, tetapi juga memukul perekonomian lokal.
Di banyak wilayah, khususnya luar Jawa, kantor bank menjadi pusat aktivitas ekonomi mikro.
Dengan tutupnya kantor cabang, pelaku usaha kecil kehilangan akses fisik terhadap layanan keuangan, sementara pekerja front office dan security kehilangan mata pencaharian.
“Di beberapa kabupaten, kantor bank tidak hanya tempat transaksi, tapi juga simbol kehadiran negara dalam layanan finansial. Ketika mereka ditutup, masyarakat kehilangan rasa aman dalam mengakses uangnya,” kata Fulan.