Diary ICW3# Pasal Korupsi KUHP Baru: Menjauhkan Efek Jera dan Menguntungkan Koruptor

DIKSI KOGNISI1 Dilihat
banner 468x60

 

DiksinasiNews.co.id, KOGNISI – Harapan masyarakat agar koruptor dapat dihukum seberat-beratnya kembali terganjal, menyusul disahkannya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada tanggal 6 Desember 2022 lalu. Hal ini kian menunjukkan bahwa arah politik hukum pemberantasan korupsi semakin tidak jelas dan mengalami kemunduran.

banner 336x280
Betapa tidak, sebagian besar rumusan pasal tipikor yang dimasukkan dalam RKUHP justru memberangus kinerja pemberantasan korupsi.

Jika ditarik mundur, pangkal persoalan utamanya ada pada ketidakjelasan orientasi pemerintah dan DPR dalam merumuskan strategi pemberantasan korupsi.

Meski dalam peringatan hari antikorupsi sedunia tahun 2022 lalu, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pangkal dari tantangan pembangunan di Indonesia adalah korupsi, namun hal tersebut justru dijawab melalui pengesahan RKUHP usulan pemerintah yang mengakomodir penurunan hukuman bagi koruptor.

Lebih miris lagi, bukan hanya substansinya, aspek formil pengesahan RKUHP juga dipenuhi dengan permasalahan serius. Misalnya, berdasarkan sejumlah pemberitaan, disebutkan hanya ada 18 orang yang hadir secara langsung dalam forum paripurna dan tercatat 285 anggota absen.

Potret buruk legislasi ini mengingatkan masyarakat pada momen pengesahan RUU KPK pada tahun 2019 lalu. Peristiwa ini patut dipersoalkan, terutama menyangkut pemahaman anggota dewan terkait syarat formil pembentukan peraturan perundang-undangan. Apalagi, ada aspek yang sangat penting dipertimbangkan dalam pembentukan peraturan yakni, partisipasi dan kepentingan masyarakat.

Secara substansi, setidaknya ada 4 catatan kritis terkait dimasukkannya pasal tipikor dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.

Pertama, hilangnya sifat kekhususan tindak pidana korupsi (tipikor). Penting diketahui bahwa meleburkan pasal tipikor ke dalam KUHP justru akan menghilangkan sifat kekhususan tindak pidana korupsi, menjadi tindak pidana umum.

Sehingga korupsi tidak lagi disebut sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Padahal, kejahatan korupsi kerap menggunakan modus operandi yang kompleks, berkembang, dan dampaknya dapat merugikan masyarakat.

Sepatutnya, ketentuan yang mengaturnya tindak pidana korupsi juga bersifat kontemporer, dinamis dan dapat menyesuaikan perkembangan kejahatan tersebut di masyarakat.

Terlebih, Indonesia sebagai negara peserta Konvensi PBB menentang korupsi (UNCAC) masih belum mengkriminalisasi sejumlah delik rekomendasi di dalamnya.

Sehingga, pembentuk undang-undang seharusnya lebih memprioritaskan revisi UU Tipikor yang ada saat ini daripada harus memasukkan pasal tipikor yang bermasalah dalam KUHP.

Kedua, duplikasi pasal pada tindak pidana utama (core crimes) yang diatur dalam KUHP misalnya, dalam pasal 603 KUHP yang merupakan bentuk serupa dari Pasal 2 UU Tipikor.

Permasalahannya, pasal dalam KUHP tersebut justru menurunkan ancaman minimal pidana badan yang sebelumnya 4 tahun (dalam UU Tipikor) menjadi 2 tahun dan denda yang sebelumnya dapat dikenakan minimal Rp 200 juta menjadi Rp 10 juta.

Baca Juga : Diary ICW#2 : Bejat ! Korupsi Bencana, Bencana Korupsi
Baca Juga : Diary ICW, Ironi Dunia Pendidikan Jadi Ladang Korupsi

Jika dalam satu kasus terdapat penggunaan dua UU dengan duplikasi dan delik yang sama, namun ancaman pidananya berbeda.

Ditengarai hal tersebut justru akan membuka peluang bagi aparat penegak hukum menggunakan diskresinya untuk ‘jual-beli’ pasal yang paling menguntungkan bagi tersangka korupsi. Penurunan minimum pidana badan juga setidaknya terjadi di sejumlah pasal dalam KUHP.

Meski ada beberapa pasal yang menaikkan minimum pidana badan, seperti Pasal 604 yang merupakan bentuk lain dari Pasal 3 UU Tipikor, dari 1 tahun pidana penjara menjadi minimal 2 tahun.

Namun hal ini tentu tidak sepadan dengan subjek yang diatur dalam pasal ini yakni, pejabat publik atau penyelenggara negara.

Rendahnya ancaman pemidanaan bagi pelaku tipikor dalam KUHP baru membuat agenda pemberantasan korupsi semakin mengenaskan.

banner 336x280