DiksiNasi, PANGANDARAN – Kondisi terumbu karang di Pangandaran, Jawa Barat, semakin memprihatinkan, dengan hanya sekitar 20% yang tersisa dalam kondisi sehat.
Hadiat Kelsaba, aktivis lingkungan lokal, menyuarakan keprihatinan mendalam atas penurunan drastis ini.
Menurut Kelsaba, sejumlah area seperti Karapyak dan Karang Nini sudah mengalami kerusakan parah, di mana terumbu karang di sana telah mati dan menjadi apa yang disebut sebagai “karang gosong.”
“Kalau dari Karapyak, Karangnini sampai di perbatasan Tasik, itu sudah jadi karang gosong atau karang mati,” ujarnya.
Kerusakan ini tidak hanya mempengaruhi keindahan alam bawah laut, tapi juga mengancam keberadaan biota laut yang bergantung pada terumbu karang untuk berkembang biak dan bertahan hidup.
Sejarah Kerusakan dan Upaya Pemulihan
Kerusakan terumbu karang di Pangandaran tidak terjadi dalam semalam.
Hanya tersisa antara 20 hingga 40 persen, itu merupakan sebagian dari karang yang tidak berkembang biak.
“Jadi, ada Batu Karang yang identik tidak berkembang biak dan terumbu karang yang masih bisa tumbuh berkembang biak,” katanya.
Kelsaba menjelaskan bahwa awal mula kerusakan berat terjadi ketika Gunung Galunggung meletus pada tahun 1982, di mana abu vulkanik yang terbawa ke laut saat air surut berkontribusi pada pemusnahan terumbu karang.
Situasi diperparah lagi oleh tsunami tahun 2006 yang menghantam jenis karang tepi, menyisakan kondisi yang sangat merugikan bagi ekosistem laut.
Dalam beberapa tahun terakhir, tercatat upaya-upaya pemulihan telah terlaksana, termasuk transplantasi terumbu karang.
Namun, belum ada penelitian yang mendalam tentang seberapa efektif upaya tersebut dalam memulihkan terumbu karang.
Dampak Ekosistem dan Pariwisata
Tidak hanya ekosistem laut yang terpengaruh, pariwisata lokal pun terancam.