Part 100: Andaikan Beragama Tanpa Budaya

Semua ajaran Islam mengangkat budaya menjadi pondasi ritual ibadah.

“Mama, manawi kedah kumaha menempatkeun budaya dalam konteks keberagamaan?” tanya Mang Aep.

Mama Rohel menjawab, “Islam yang turun dari langit menggunakan bahasa manusia agar bisa dipahami. Mengapa menggunakan bahasa Arab? Karena itu bahasa kaum yang menjadi sasaran pencerahan, sebab kala itu negeri Arab tertutup oleh kejahilan dan jahiliah.”

Peradaban Galuh

Mang Aep terlihat membayangkan Negeri Galuh.

Konon, saat di Arab masih jahiliah, Galuh sudah berperadaban tinggi dan berpikiran maju.

Pendiri Kerajaan Galuh, Wretikandayun, segenerasi dengan Nabi Muhammad.

“Mungkinkah antara Raja Galuh Wretikandayun dengan Nabi Muhammad ada kontak batin dan pemikiran sehingga menghasilkan nilai-nilai keluhuran budi pekerti manusia?” gumam Mang Aep bingung.

Mama Rohel cepat tanggap. Ia melanjutkan dawuhnya.

“Ajaran universalitas Islam telah berkembang di awal pendirian Galuh. Namun, belum ada syariat ibadah wajib. Sedangkan Nabi Muhammad bukan hanya membawa keimanan, tapi juga mengadopsi sistem sosial Arab untuk dijadikan pondasi hukum syariat. Jadi, karuhun Galuh sudah Islam secara hakikat dan ajaran hakikat,” timpal Mama Rohel.

Kajian pagi berakhir dengan bacaan hamdalah.

Mama Rohel ngahiang di alam kehiyangan sowan menemui Prabu Galuh Wretikandayun.

Tabik pun