Ia membayangkan anak-anak yang akan kehilangan wawasan karena kurangnya pengalaman di luar sekolah.
Destinasi wisata yang biasa dikunjungi siswa mendadak sepi, usaha makanan khas seperti Bakpia Jogja dan Galendo terancam punah.
Semua mata rantai industri wisata sekolah lumpuh.
Tiba-tiba, suara petir menggelegar.
“Dor! Dor!”
Tujuan Pelarangan Study Tour
Suara itu menyadarkan Mama Rohel, yang kemudian kembali melanjutkan perbincangan.
“Menurut Abah, tujuan baik di balik pelarangan study tour kini justru menjadi bencana bagi industri jasa travel wisata. Maka, kebijakan ini perlu mendapat peninjauan ulang. Jika memungkinkan, penguasa bisa memberikan subsidi bagi siswa kurang mampu agar mereka tetap bisa ikut study tour. Dengan begitu, semua siswa bisa berpartisipasi tanpa ada kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Selain itu, standar keselamatan bus juga harus semakin ketat. Jangan hanya karena ada kecelakaan atau keluhan dari orang tua siswa yang tidak mampu, lalu semua siswa tidak boleh melaksanakan study tour. Hal ini tampaknya belum mendapat pertimbangan yang matang,” tambah Mama Rohel.
Mang Dadang mengangguk.
Ia menyadari bahwa kehilangan pekerjaan bukanlah akhir dari segalanya.
Setidaknya, ia telah menjadi martir bagi mereka yang mencari nafkah di industri perjalanan wisata sekolah.
Akhirnya, Mang Dadang berpamitan kembali ke Depok.
Mama Rohel melepas kepergiannya dengan pandangan penuh makna.