DiksiNasi, Jakarta – Dalam pemilukada serentak 2024, Kemenangan Kotak Kosong menjadi trend setter di beberapa daerah
Indonesia, yang disebut sebagai salah satu negara demokrasi terbesar pasca-Reformasi 1998, kini dihadapkan pada fenomena politik yang mengkhawatirkan: calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah.
Fenomena ini mencerminkan semakin menguatnya kartel politik di berbagai tingkat, baik pusat maupun daerah, dan menunjukkan bahwa partai politik tidak lagi memprioritaskan kaderisasi serta meritokrasi dalam mencari pemimpin berkualitas.
Menurut Rahmat Bagja, Ketua Bawaslu RI, politik identitas masih menjadi persoalan serius dalam setiap pemilu.
Ia menegaskan bahwa penggunaan politik identitas, termasuk politisasi SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan), harus dihindari.
“Siapapun yang menggunakan politik identitas untuk menyerang kandidat lain dalam pemilu akan dikenai sanksi pidana,” kata Rahmat.
Ia juga mengingatkan bahwa politik identitas merusak demokrasi Indonesia yang seharusnya inklusif dan bebas dari diskriminasi.
Pada 2022, 101 kepala daerah hasil Pilkada 2017 mengakhiri masa jabatan mereka. Di 2023, 171 kepala daerah hasil Pilkada 2018 juga akan berakhir masa baktinya.
Dengan absennya penyelenggaraan Pilkada di 2022-2023, sebanyak 272 Plt. kepala daerah akan menjabat hingga Pilkada serentak 2024.
Calon Tunggal: Simbol Krisis Demokrasi
Keberadaan calon tunggal dalam Pilkada bukan hanya fenomena yang memprihatinkan, tapi juga mengindikasikan pragmatisme politik yang mencederai demokrasi.