Ketua LSF RI Rommy Fibri, juga menekankan bahwa dalam film sutradara dapat menghadirkan penggambaran versinya sendiri. Begitu juga dengan narasumber, mereka berbicara dari perspektif masing-masing.
“Saya ikut memperhatikan komentar-komentar warga di media sosial. Mereka menyebut Jesica sampai mendapat vonis pun tak mengakui menaruh racun,” jelas Rommy.
Penonton harus mampu membedakan antara fakta hukum sebagai realitas yang utuh dan penggambaran dalam film, yang dapat memiliki sudut pandang yang berbeda. Meskipun, Mirna Salihin banyak tampil dalam rekaman dalam film tersebut.
“Dalam konteks ini, kita tidak bisa menggunakan film sebagai rujukan dalam kasus hukum. Film tidak dapat secara otomatis menjadi bukti kasus hukum. Adegan dalam film murni keputusan pembuatnya, dan menonton film tidak berarti sebagai melihat fakta hukum. Meskipun ada banyak rekaman gambaran dalam persidangan, fakta hukumnya memiliki cerita tersendiri,” jelasnya.
Komentar Edi Darmawan Salihin dan LSF RI menggarisbawahi pentingnya menghadirkan sudut pandang yang objektif dalam penyiaran film dokumenter, serta memahami perbedaan antara penggambaran dalam film dan fakta hukum yang telah mendapat putusan pengadilan.