DiksiNasinews.co.id, Ciamis – Alat Peraga Kampanye (APK) merupakan salah satu elemen krusial dalam proses kampanye politik, terutama menjelang Pemilu 2024. Menurut ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2018 tentang “Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Kampanye Pemilihan Umum,” APK mencakup semua objek yang mengandung visi, misi, program, atau informasi dari Peserta Pemilu.
APK juga dapat berisi simbol atau gambar yang mengidentifikasi Peserta Pemilu, dan ini dipasang selama kampanye untuk mengajak warga memilih Peserta Pemilu tertentu, sesuai dengan Pasal 1 ayat 28 Peraturan tersebut.
Dalam Pasal 32 Peraturan KPU RI Nomor 33 tahun 2018 tentang “Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Kampanye Pemilihan Umum,” dijelaskan beberapa jenis APK yang diperbolehkan, seperti baliho, billboard, videotron, spanduk, atau umbul-umbul. Meski demikian, pemasangan APK harus memperhatikan aturan dan pertimbangan tertentu, termasuk untuk menghindari dampak negatif pada masyarakat.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum lebih lanjut mengatur mekanisme yang setiap peserta pemilu harus mentaatinya, termasuk prosedur kampanye dan pemasangan atribut seperti baliho dan banner.
Sesuai dengan Pasal 36 ayat 6 Peraturan tersebut, pemasangan APK di tempat milik individu atau badan swasta harus mendapatkan izin dari pemilik tempat tersebut.
Namun, terdapat dugaan pelanggaran aturan yang melibatkan salah satu calon legislatif asal Ciamis yang menggunakan baliho besar sebagai alat kampanye. Dugaan ini muncul karena baliho tersebut, terpajang tanpa izin dari pemilik reklame, Pt. Wira Bangun Sarana.
Rudolfino, perwakilan dari Pt. Wira Bangun Sarana, mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap pemasangan baliho tersebut. Ia mengklaim bahwa pihak pemasang tidak pernah meminta izin sebelum memasang atribut kampanye tersebut. Sabtu, (09/09/2023).
Situasi ini menimbulkan kerugian bagi pemilik reklame, karena mereka sudah memiliki izin dan membayar pajak untuk reklame tersebut, tetapi atribut kampanye terpasang tanpa persetujuan.
“Gak ada pemberitahuan sama sekali, tahu – tahu udah terpasang. Kami selaku pemilik reklame jelas merasa kerugian, karena kami sudah memiliki ijin dan membayar pajak untuk reklame tersebut namun yang bersangkutan asal pasang saja” geram Fino.
Fino mencoba menghubungi Az, calon legislatif yang diduga terlibat, tetapi mendapat tanggapan yang tidak sesuai dengan harapannya. Az menolak bertanggung jawab dan melempar tanggung jawab kepada salah satu tim sukses dari partainya.
“Itu yang pasang kang H, bukan saya yang pasang” ujar Fino menirukan Az.