DiksiNasi, Ciamis — Sosok motivator muda yang seharusnya menjadi panutan justru berubah menjadi mimpi buruk bagi puluhan anak di Kabupaten Ciamis.
Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh F, mahasiswa asal Lingkungan Margarasa, membuka luka sosial yang lebih dalam: lemahnya pengawasan terhadap pergaulan remaja dan pudarnya batas antara edukasi dan eksploitasi.
F publik kenal sebagai motivator aktif yang kerap tampil di hadapan siswa sekolah dengan narasi pengembangan diri dan prestasi.
Namun, di balik citra positif itu, tersimpan tindakan bejat yang kini tengah dalam penyelidikan Polres Ciamis.
Hingga Jumat (9/5/2025), Forum KPAID Jabar mencatat sedikitnya 13 anak telah menjadi korban.
Relasi Kuasa dan Kepercayaan yang Disalahgunakan
Fenomena ini bukan semata-mata tindak kriminal individual.
Ia mencerminkan masalah relasi kuasa di masyarakat—di mana figur publik dengan kemampuan komunikasi tinggi mampu membangun kepercayaan yang kemudian disalahgunakan.
“Pelaku memanfaatkan kemampuannya dalam komunikasi publik untuk mendekati dan mengendalikan anak-anak,” ungkap Ato Rinanto, Ketua Forum KPAID Jawa Barat.
Peran masyarakat, keluarga, dan sekolah sebagai sistem perlindungan anak tampak longgar dalam menghadang predator seperti ini.
Terbukti, pelaku dapat berinteraksi intens dengan pelajar tanpa alarm sosial yang cukup kuat untuk mengantisipasi niat jahatnya.
Budaya Tutup Mulut, Anak Jadi Korban
Kasus ini juga menunjukkan bagaimana budaya diam dan ketakutan dalam masyarakat memperpanjang penderitaan korban.
Tidak sedikit dari mereka yang baru berani bicara setelah jumlah korban bertambah dan isu menyebar luas.
KPAID pun mengingatkan pentingnya menciptakan ruang aman bagi anak untuk berbicara dan mendapatkan perlindungan. “Kami mendorong keluarga dan masyarakat agar tidak ragu melapor,” tegas Ato.
Selain itu, pihaknya juga menyerukan pemulihan psikologis yang komprehensif agar anak-anak tidak tumbuh dalam trauma yang berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang.