DiksiNasi, CIAMIS — Satuan Pelajar dan Mahasiswa (SAPMA) Pemuda Pancasila (PP) Ciamis, menggelar Aksi demonstrasi di halaman kantor KCD wilayah 13.
Aksi ini, bukan sekadar ekspresi kemarahan pelajar dan mahasiswa.
Lebih dari itu, aksi ini mencerminkan krisis kepercayaan yang makin dalam terhadap lembaga pendidikan pemerintah, khususnya Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah XIII Jawa Barat.
Tuntutan keras, mewarnai aksi dari ratusan massa yang mengepung kantor KCD 13, hingga akhirnya mereka menggembok gerbang masuk.
Ratusan massa tersebut, menuntut agar Kepala KCD XIII, Widhy Kurniatun, mundur dari jabatannya.
Menurut mereka, Widy gagal menjalankan fungsi pelayanan publik secara profesional dan etis.
“Ada kepala sekolah yang curhat, jika tidak memberikan amplop, maka pertanyaannya tidak akan mendapatkan pelayanan,” ujar Rizal Purwonugroho, ketua SAPMA saat menyampaikan orasi, seraya memutar rekaman dugaan praktik pungli dalam lingkup KCD. Kamis, (17/07/2025).
Rekaman Audio Ungkap Dugaan Pungli, Pemprov Diminta Bertindak
Dalam aksi tersebut, SAPMA memutar rekaman audio yang disebut berisi percakapan antara kepala sekolah dan oknum pejabat KCD.
Rekaman itu menyebut adanya permintaan uang agar pihak sekolah bisa mendapatkan perhatian saat konsultasi atau pengajuan kegiatan.
“Kami minta Kepala KCD XIII mengundurkan diri. Ini bukan sekadar kegagalan komunikasi, tapi soal integritas. Kalau tidak mundur, kami akan turun lagi dengan massa yang lebih besar,” tegas Fahmi Guna Priono salah satu orator aksi.
Meski demikian, Kepala KCD XIII, Widhy Kurniatun, menolak mundur secara sepihak.
“Saya mohon maaf sebesar-besarnya jika dianggap belum memuaskan. Tapi jabatan ini di bawah kewenangan Pemprov. Kami serahkan sepenuhnya ke pimpinan,” ujar Widhy saat menemui massa.
Sorotan Sistemik: Pendidikan sebagai Lahan Transaksi?
Yang lebih mencemaskan dari kejadian ini adalah sorotan tajam terhadap kultur birokrasi pendidikan yang diduga menyuburkan praktik transaksional.
Kegiatan dinas ke sekolah, studi tour, hingga bimbingan teknis, kerap disebut menjadi celah gratifikasi yang terselubung.
SAPMA bahkan menyebut adanya pengarahan sekolah untuk menggunakan jasa travel tertentu, sebuah indikasi konflik kepentingan yang jika benar, akan meruntuhkan nilai netralitas layanan pendidikan.
“Kalau ada penunjukkan travel secara informal oleh KCD, itu tidak etis. Apalagi, kalau kita kaitkan dengan pungli. Ini harus ada pengusutan hingga tuntas,” ujar Dani, Ketua MPC Pemuda Pancasila Ciamis.