Kartini menekankan bahwa kebijakan yang melarang tenaga medis berhijab tidak relevan dan bersifat diskriminatif.
“Mengapa ada perbedaan? Di rumah sakit lain, baik swasta maupun milik pemerintah, tenaga medis boleh berhijab,” ujarnya.
MUI Desak Penyelidikan
Menanggapi kasus ini, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Ukhuwah dan Dakwah, Muhammad Cholil Nafis, menegaskan pentingnya penyelidikan mendalam.
Rumah Sakit yang masih phobia hijab begini baiknya tak usah buka di Indonesia krn kita sdh merdeka dan dijamin kebebasan utk menjalankan ajaran agamanya masing2. Tlg pihak berwenang agar kasus di RS itu diusut ya agar tak menjadi preseden buruk.
.https://t.co/oU7upLcXe7— cholil nafis (@cholilnafis) September 1, 2024
“Hal seperti ini tidak boleh terjadi di Indonesia, negara yang menjamin kebebasan menjalankan ajaran agama,” kata Cholil.
Tdk boleh terjadi di negeri kita yg sdh merdeka dan dijamin utk kebebasan menjalankan ajaran agamanya. Yg begini harus diusut krn sdh melanggar kebebasan beragama https://t.co/9QqiAnrnJl
— cholil nafis (@cholilnafis) September 1, 2024
Ia meminta pihak berwenang untuk segera mengusut dugaan pelanggaran ini agar tidak mengancam kebebasan beragama yang mendapat jaminan konstitusi.
Reaksi Warganet
Berita ini memicu reaksi beragam dari warganet, yang mayoritas mengecam dugaan kebijakan tersebut.
Banyak warganet yang mengecam dugaan pelanggaran HAM oleh RS Medistra.
Salah satu pengguna Twitter, @KangSemproel, menyoroti bagaimana umat Islam sering kali hanya punya harga saat momen tertentu, seperti saat pemilu.
“Mereka lakukan pendekatan, simbol-simbol dan identitasnya mereka pakai. Mereka adalah, calon yang mengandalkan suara umat,” tulis akun @KangSemproel.
Umat Islam hanya dibutuhkan saat pemilu saja. Mereka didekati, simbol2 dan identitasnya dipakai oleh para calon yg berharap suara umat.
Saat pemilu usai… Islam kembali dicampakkan.https://t.co/avqadhwI6l— #HKAA 👉👉 Hilik Ku Aink Atuh✌ (@KangSemproel) September 1, 2024
“Setelahnya, Islam kembali mereka campakkan,” tambahnya.
Langkah Selanjutnya
DPRD DKI Jakarta berkomitmen untuk mengawal kasus ini hingga tuntas.
Achmad Yani, menegaskan bahwa pihaknya akan membuka kanal aspirasi bagi masyarakat yang mengalami kasus serupa.
“Sebagai wakil rakyat, Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta akan berjuang membela hak rakyat,” tutupnya.
Kesimpulan
Kasus ini telah menyoroti isu kebebasan beragama dan diskriminasi di tempat kerja.
Dengan investigasi yang sedang berlangsung, masyarakat berharap agar kebenaran segera terungkap dan tindakan tegas terhadap pihak yang terbukti melanggar hak asasi manusia.