DiksiNasi, CIAMIS — Siang itu, di bawah langit yang mendung di Alun-Alun Ciamis, tawa anak-anak jalanan mengalun ringan.
Mereka duduk melingkar, membuka buku, menggambar, dan menatap papan tulis buatan yang berdiri di atas aspal.
Sekilas, suasana ini mirip kegiatan belajar di sekolah dasar.
Tapi tak ada seragam, tak ada bangku rapi, dan tak ada guru bersertifikat.

Inilah Sekolah Alternatif Ciamis, ruang belajar untuk anak-anak yang ditinggalkan sistem.
Tiga tahun sudah komunitas ini berdiri.
Mereka tak merayakannya dengan pesta besar.
Tak ada panggung atau artis.
Hanya anak-anak yang terus bertahan, dan para relawan yang terus mendampingi.
Mereka memperingati harlah dengan cara sederhana, belajar bersama, mengunjungi perpustakaan, diskusi santai, dan berbagi harapan.
“Kami ingin anak-anak ini percaya bahwa mereka layak punya masa depan,” ujar Nepi Anjani, salah satu pendiri Sekolah Alternatif. Minggu, (28/07/2025),
“Bukan belas kasihan yang mereka butuhkan, tapi ruang untuk tumbuh” lanjutnya.
Anak-Anak yang Dibiarkan Tumbuh Tanpa Arah
Banyak dari anak-anak ini sudah bertahun-tahun mengamen, menjajakan dagangan kecil, atau berdandan cosplay untuk menarik empati pengunjung taman kota.
Mereka tinggal di jalan, makan seadanya, dan belajar hanya ketika ada relawan datang.
Negara tak hadir untuk mereka, tidak dalam bentuk sekolah formal, tidak dalam bentuk jaminan perlindungan.
“Kami tidak sedang membuat lembaga. Kami sedang merawat harapan,” tegas Alan Fauzi, penggerak lainnya.
“Sekolah ini bukan hasil proyek, tapi hasil kegelisahan” tambahnya.
Anak-anak datang bukan karena diwajibkan, tapi karena merasa aman.
Di sini, mereka bisa menjadi diri sendiri.
Tidak dihakimi, tidak disuruh pulang.
Di sinilah mereka menggambar, bercerita, tertawa, dan belajar mengenal huruf serta angka.
Kolaborasi yang Tumbuh dari Akar Rumput
Meski negara absen dalam banyak hal, sejumlah pihak tetap hadir.
Dinas Pendidikan Ciamis, mengirim perwakilan dari Bidang PAUD dan Pendidikan Nonformal.
Komentar