Tarif Impor Turun, Komitmen Naik: Deal Prabowo Trump Buka Pintu Baru, Tapi Dengan Harga?

BI Pangkas Suku Bunga: Respon Ekonomi atas Rekanan Dagang AS

banner 468x60

Investasi Mulai Bergeser ke SBR014, Kredit Masih Lemah

Penurunan BI Rate membuat instrumen seperti Savings Bond Ritel (SBR014) menjadi lebih menarik ketimbang deposito perbankan.

Kementerian Keuangan menawarkan SBR014 dengan imbal hasil minimal 6,25%–6,35%, yang berarti spread mencapai 1% lebih besar dari BI Rate — jauh lebih kompetitif dari deposito bunga 2,5–3%.

Namun di sisi lain, pertumbuhan kredit perbankan masih belum sesuai target.

BI mencatat pertumbuhan kredit melandai ke 7,77% YoY per semester I/2025, level terendah sejak pertengahan 2023, jauh di bawah target awal 11%.

“Kami masih menargetkan kredit bisa tumbuh di kisaran 8–11% tahun ini, terutama setelah prospek ekspor dan investasi membaik di semester II/2025,” kata Perry.


Ruang Manuver BI Semakin Terbuka, Tapi Risiko Tetap Mengintai

Meskipun pelonggaran suku bunga terhitung strategis dalam jangka pendek, beberapa ekonom menilai efektivitasnya masih bergantung pada implementasi kesepakatan dagang dan respons dunia usaha.

Ekonom DBS, Radhika Rao, menilai langkah BI tepat namun harus mendapat pengawalan dengan penguatan sektor riil.

“BI memanfaatkan momentum stabilitas pasar pasca kesepakatan Trump–Prabowo. Tapi jika beban energi impor terlalu berat, manfaat pelonggaran moneter bisa terkikis,” katanya.

Selain itu, komitmen pembelian senilai ratusan triliun rupiah dari AS dapat menekan neraca perdagangan, terutama jika tidak berimbang dengan peningkatan ekspor.


Diplomasi Berisiko, BI Melunak, Rakyat Menanti Dampaknya

Kesepakatan dagang antara Prabowo dan Trump memang menurunkan tarif dan membuka peluang pasar, namun juga membawa komitmen impor yang berisiko.

Di sisi moneter, Bank Indonesia merespons dengan pelonggaran suku bunga, berharap kesepakatan tersebut mampu menggairahkan kembali pertumbuhan ekonomi nasional.

Tapi pertanyaan besar tetap menggantung: apakah semua itu benar-benar menguntungkan rakyat, atau justru menjerumuskan ekonomi Indonesia dalam jebakan ketergantungan?

“Kalau puas? Ya kalau bisa nol persen tarifnya,” kelakar Prabowo, mengakhiri percakapan.

banner 336x280