DiksiNasi, Jakarta – PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex, raksasa tekstil Indonesia, resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang.
Keputusan ini diambil setelah salah satu krediturnya, PT Indo Bharat Rayon, memenangkan gugatan terkait pembatalan perdamaian dalam penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Pailitnya Sritex dan Dampak Ekonomi Global
Pemicu pailitnya Sritex, adalah perlambatan ekonomi global yang memperparah kondisi industri tekstil Indonesia.
Menurut Jemmy Kartiwa Sastratmaja, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), pailitnya Sritex dipengaruhi oleh “serbuan produk China” yang terjadi akibat kelebihan pasokan.
“Masalah utama berasal dari perlambatan ekonomi global, inflasi tinggi, dan kenaikan suku bunga di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hal ini mengurangi daya beli di negara seperti AS dan Uni Eropa, memicu serbuan produk dari China,” ujarnya. Kamis, (24/10/2024).
Putusan Pengadilan
Pengadilan Niaga Kota Semarang memutuskan pailitnya Sritex setelah salah satu kreditur, PT Indo Bharat Rayon, meminta pembatalan kesepakatan perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sesuai kesepakatan sebelumnya pada Januari 2022.
Hakim Ketua Muhammad Anshar Majid menyetujui permohonan tersebut, membatalkan perdamaian dan menyatakan Sritex pailit.
Putusan ini berdampak pada sekitar 20.000 karyawan yang terancam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tanpa pesangon.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, mengungkapkan bahwa total utang Sritex mencapai Rp25 triliun, sementara asetnya hanya sekitar Rp15 triliun.
“Dengan utang sebesar itu, sulit bagi perusahaan untuk membayar karyawan jika aset-aset terjual,” kata Ristadi.
Dampak Terhadap 20.000 Karyawan Sritex
Selain itu, dampak keputusan pailit ini mengancam nasib 20.000 karyawan Sritex yang terancam kehilangan pekerjaan.