Waktunya Mewarnai Kotak Kosong dengan Akal Sehat
Ciamis memang tak mengalami krisis di semua aspek, tapi juga jelas belum baik-baik saja.
Kekosongan kursi wakil bupati, stagnasi partisipasi politik, hingga pelayanan publik yang berjalan setengah hati, semua mengindikasikan bahwa demokrasi lokal butuh energi dan narasi baru.
Pendidikan politik seharusnya bukan sebatas seminar formal, melainkan proses membentuk akal sehat kolektif.
Jangan biarkan kotak kosong terus menjadi simbol kosongnya harapan rakyat terhadap politik.
Jika seluruh pihak, mulai dari wakil rakyat di DPRD hingga partai-partai politik lebih sepakat untuk diam, mengabaikan pengisian kursi Wabup, mungkin kita memang harus mengakui satu hal penting: Kabupaten Ciamis ternyata tak membutuhkan Wakil Bupati.
Roda Birokrasi Tetap Bergulir Meski Hampir 1 Tahun tak Miliki Wabup
Hampir satu tahun pemerintahan tetap berjalan tanpa wakil.
Meski tersendat, roda birokrasi tetap berputar.
Pelayanan publik pun tetap berjalan meski keluhan warga sering terabaikan.
Program strategis banyak yang mandek, tapi masyarakat tampaknya sudah terbiasa hidup dalam kebijakan setengah jalan.
Ironisnya, saat kampanye, partai-partai begitu lantang berbicara soal kepemimpinan kolektif, kolaboratif, dan keberpihakan pada rakyat.
Namun, ketika satu kursi kosong memberikan peluang musyawarah, semua mendadak bungkam.
Barangkali mereka terlalu sibuk memilih siapa yang paling layak mendapat “jatah”, bukan siapa yang paling siap bekerja.
Jadi, mari kita lanjutkan pertunjukan ini. Tanpa Wakil Bupati.
Lebih hemat anggaran, hemat suara rakyat, dan tentu—hemat drama politik.
Dan jika suatu saat publik bertanya, “Mengapa kami seperti tak punya pemimpin yang utuh?”
Cukup jawab:
“Itu sudah disepakati oleh para wakil Anda di DPRD. Sudah direstui oleh partai-partai Anda. Kami hanya rakyat, tidak ikut rapat tertutup itu.”