DiksiNasi, Cikarohel – Mama Rohel belakangan ini menerima banyak keluhan masyarakat tentang kebijakan pemimpin yang dianggap kurang bijak.
Salah satunya adalah larangan study tour.
Mang Dadang, seorang kepala sekolah, mengadukan nasibnya karena penguasa memecatnya setelah ia menolak kebijakan tersebut.
Pagi ini, Mang Dadang sudah tiba di Pesantren Tegal Bentar.
Ia ingin mengikuti pengajian subuh sambil mencurahkan isi hatinya tentang nasib yang menimpanya.
Curhat Mang Dadang ke Mama Rohel
Usai salat subuh, Mama Rohel langsung duduk di lesehan khusus untuk mengajar kitab, sambil menikmati secangkir kopi.
“Mang Dadang, benarkah penguasa Lembur Pakuan memecatmu?” sapa Mama Rohel dengan nada santai.
“Iya, Mama. Di sekolah saya, sebagian besar mendukung study tour. Kebetulan, komite sekolah juga menyetujui. Kalau alasannya karena efisiensi anggaran dan keselamatan, bukankah para pengurus komite sekolah sudah mempertimbangkannya?” ujar Mang Dadang.
Sambil menyeruput kopi, Mama Rohel mencoba mencerna situasi.
Di balik setiap kebijakan, pasti ada kebaikan yang belum terbaca oleh publik.
“Mang Dadang, Abah memahami bahwa penguasa Lembur Pakuan ingin membela mereka yang kurang mampu membiayai anak-anaknya untuk sekolah. Ini tujuan yang mulia dan perlu didukung. Namun, pernahkah kita berpikir tentang ribuan orang yang bergantung pada bisnis travel wisata? Jumlah mereka jauh lebih banyak daripada orang miskin yang tidak bisa membiayai study tour. Jika semua sekolah di Lembur Pajajaran dilarang study tour, maka mata rantai bisnis wisata akan mati total,” ujar Mama Rohel.
Sambil mengisap cerutu, Mama Rohel merenung sejenak.
Di Pesantren Tegal Bentar, tidak ada kawasan tanpa rokok.
“Kamu harus bangga kehilangan pekerjaan, sebab ada ribuan pelaku usaha travel wisata yang kini menangis. Jumlah siswa kurang mampu yang tidak bisa ikut study tour tidak lebih banyak, Mang. Seharusnya ini yang menjadi perhatian semua pihak,” tambah Mama Rohel.
Suasana mendadak hening. Mang Dadang termenung, tidak tahu bagaimana menghadapi kebijakan penguasa.
Komentar