Part 70: Kebohongan Perang Bubat, Mitos atau Fakta?

Sudah sejak lama perdebatan Perang Bubat itu turun temurun melahirkan ajaran bahwa keturunan Galuh dilarang menikah dengan keturunan Majapahit.

banner 468x60

Tidak mudah bagi Majapahit untuk menaklukkannya, baik dari segi militer maupun politik.

Sunda adalah kerajaan yang mandiri, kuat, dan stabil, bahkan di tengah pergolakan politik yang sering melanda bagian timur Pulau Jawa sejak era Airlangga hingga Majapahit.

Lebih jauh lagi, tradisi dan hubungan kekerabatan antara raja-raja Sunda dan Jawa Timur membuat wilayah ini mendapat anggapan harus kita hormati.

Ra Tanca dan Raden Purwa hanya terdiam saat Mama Rohel menuturkan kisah tersembunyi dari Perang Bubat.

“Mama berkeyakinan dari beberapa literatur, bahwa salah satu alasan mengapa Majapahit enggan menyerang Sunda Galuh adalah kekuatan militer Kerajaan Sunda yang tangguh. Prasasti Geger Hanjuang (1111 M) dan Amanat Galunggung mencatat persiapan militer yang matang di Sunda, seperti pembangunan parit-parit pertahanan dan asrama prajurit. Bahkan, Sanghyang Siksa Kandang Karesian memuat 20 strategi perang yang Kerajaan Sunda Galuh gunakan, ” ujar Mama Rohel.

Pusat Persenjataan Kandangwesi

Kerajaan Sunda juga memiliki pusat persenjataan di Kandangwesi (sekarang Garut Selatan), yang terkenal sebagai pusat pembuatan senjata perang.

Selain itu, catatan Tome Pires dari abad ke-16 menggambarkan Kerajaan Sunda sebagai kekuatan besar dengan 100.000 prajurit, armada kapal raksasa (jung sasanga), dan wilayah yang luas mencakup setengah Pulau Jawa.

“Kisah Perang Bubat memutarbalikkan fakta. Katanya, Prabu Galuh mengantarkan Putri Dyah Pitaloka. Wah sampai hari ini saja tidak ada putri keturunan Galuh yang mendatangi laki-laki untuk bertunangan. Dengan kekuatan militer yang tak tertandingi, mungkinkah Prabu Galuh dengan mudah menerima pinangan Raja Hayam Wuruk?. Harga diri orang Galuh sampai hari ini terpelihara, anti direndahkan orang,” tambah Mama Rohel.

Pendapat bahwa Gajah Mada atau Hayam Wuruk segan menyerang Sunda karena menghormati leluhurnya salah besar.

“Yang lebih masuk logika adalah mengarah pada faktor kekuatan militer dan stabilitas politik Sunda Galuh sebagai alasan utama. Kerajaan Sunda Galuh dan Majapahit mungkin lebih cocok kita sebut sebagai mitra sejajar (mitra satata), dengan hubungan yang saling menghormati meski tak selalu harmonis,” tambah Mama Rohel.

Diskusi berjalan satu arah karena Mama Rohel tidak membuka ruang perdebatan.

Mama Rohel menyimpulkan, dalam sejarah hubungan antar-kerajaan, keputusan untuk menyerang atau berdamai sering kali penentuannya adalah kalkulasi kekuatan, bukan sekadar emosi atau tradisi.

Dan mungkin inilah alasan mengapa Sunda Galuh tetap merdeka di tengah hegemoni Majapahit.**

banner 336x280