Pusaka Galuh yang Terlupakan: Pelajaran dari Masa Lalu Warisan Adipati yang “Tertuduh”

Salah satu keris yang menarik perhatian adalah Keris Betok Kanjeng Prebu, pusaka yang juga memiliki nilai historis dan spiritual.

banner 468x60

Dengan tenang, Mama Rohel menyeruput kopi khas Gunung Sawal, kiriman Ki Dengkul, seorang santri yang kini menetap di Kampung Pasirtamiang.

Setelah itu, ia menjawab, “Sejak tahun 1930-an, paham Wahabi masuk ke tanah Galuh. Kaum Padri juga mulai memfatwakan bahwa pusaka leluhur itu bid’ah dan musyrik.”

Menurut Mama Rohel, fatwa ini tidak hanya melemahkan warisan budaya, tetapi juga penjajah Belanda manfaatkan.

Pusaka, manuskrip kuno, dan artefak Galuh mereka bawa ke Belanda dan mereka rawat di Museum Leiden.

Ironisnya, masyarakat Galuh sendiri justru ikut memusnahkan pusaka mereka.

“Pusaka-pusaka ini tercipta dengan teknologi yang sangat rumit. Alih-alih menghargai, kita malah menghancurkannya,” ujar Mama Rohel dengan nada penuh kesedihan.

Keris Betok dan Simbol Dakwah

Mama Rohel kembali mengingatkan pentingnya pusaka seperti Keris Betok.

“Keris ini bukan sekadar benda mati. Kanjeng Prebu selalu membawanya saat berdakwah untuk menunjukkan marwah keulamaan beliau. Keris ini adalah simbol syi’ar Islam,” katanya.

Ia menegaskan bahwa pusaka seperti Keris Betok bukan sekadar warisan fisik, tetapi juga menyimpan nilai-nilai spiritual dan sejarah yang seharusnya dijaga.

Melalui pengajian itu, Mama Rohel juga berharap masyarakat Galuh dapat belajar menghargai warisan leluhur mereka.

Bukan hanya sebagai simbol budaya, tetapi juga sebagai bagian dari identitas yang memperkaya kehidupan spiritual dan sejarah mereka.

banner 336x280