Diary ICW#2 : Bejat ! Korupsi Bencana, Bencana Korupsi

OPINI DIKSI36 Dilihat
banner 468x60

DiksinasiNews.co.id, OPINI DIKSI – Bencana yang terjadi di Indonesia, telah melanda dan malah jadi sebagai ladang korupsi oleh para oknum pejabat. Para pelaku tidak hanya berani menyelewengkan dana dan proyek bantuan, tetapi juga tega memeras korban bencana.

Entah terbuat dari apa hati para oknum yang terlibat ini. Dari tiga bencana terakhir yang melanda Indonesia, kasus korupsi mewarnai semuanya.

banner 336x280

Kasus yang terjadi salah satunya saat gempa yang terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Kepolisian dan kejaksaan di Mataram menangkap Anggota DPRD dan pegawai Kementerian Agama (Kemenag) Lombok Barat.

Anggota DPRD ada dugaan memeras kepala dinas pendidikan dan kontraktor terkait proyek rehabilitasi gedung sekolah yang terdampak gempa, sedangkan pegawai Kemenag memotong dana pembangunan masjid pasca gempa.

Kasus lainnya terjadi Dalam gempa-tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, giliran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangkap pengusaha dan pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Mereka terlibat suap, salah satunya proyek pembangunan sistem penyediaan air minum untuk korban gempa-tsunami.

Kasus paling akhir berkaitan dengan tsunami Selat Sunda. Polisi menetapkan beberapa pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Drajat Prawiranegara, Serang, sebagai tersangka. Mereka melakukan pungutan liar dalam proses pengurusan jenazah korban tsunami. Sungguh sangat tak bermoral dan bejat sekali.

 

Tiga titik rawan

Potensi korupsi tidak hanya pada saat fase bencana terjadi, tetapi juga sebelum dan sesudahnya. Jadi, paling tidak ada tiga titik rawan yang harus kita waspadai. Pertama, fase prabencana. Pada fase ini, sasaran korupsi adalah proyek pengadaan atau pelatihan terkait dengan mitigasi bencana.

Korupsi pembangunan shelter tsunami di Labuan, Pandeglang, Banten, bisa kita jadikan contoh. Pembangunan dengan biaya hingga Rp 18 miliar dari dana APBN dengan tujuan meminimalkan korban, tetapi tak bisa mereka gunakan ketika tsunami benar-benar menerjang daerah Labuan.

Proyek Bencana

Kedua, fase saat bencana tengah terjadi atau fase tanggap darurat. Fase ini yang paling rawan karena proyek atau kegiatan terlaksana di tengah kesibukan membantu korban bencana.

Pengadaan-pengadaan harus terlaksanakan secara cepat dan masif. Pola-pola korupsi seperti penggelembungan (mark-up) harga dan manipulasi penerima bantuan mudah untuk terselenggara.

Ketiga, pascabencana atau fase rehabilitasi. Pada fase ini pun potensi korupsi sangat besar sebab melibatkan uang yang begitu banyak, terutama untuk kegiatan rehabilitasi atau pembangunan hunian tetap dan hunian sementara.

Selain suap seperti dalam kasus yang melibatkan pejabat di Kementerian PUPR, modus korupsi lainnya adalah mark up, pembangunan fiktif, atau pengurangan spesifikasi.

Minimnya pengawasan merupakan penyebab utama yang membuat bantuan terkait bencana begitu rentan diselewengkan. Semua lebih memilih berkonsentrasi mencari dan menyelamatkan korban, serta mengumpulkan dan mendistribusikan bantuan.

Bisnis Bencana

Apalagi banyak yang meyakini bahwa tidak akan ada orang yang tega dan berani mencari keuntungan dari bencana. Kondisi tersebut ditambah informasi mengenai bantuan bencana yang cenderung tertutup.

Selain pengawasan, faktor lain adalah keleluasaan bagi pemerintah melakukan penunjukan langsung dalam pengadaan bantuan, khususnya pada fase tanggap darurat.

banner 336x280