Pada tahun 2002, misalnya, ribuan ikan mengambang mati di permukaan air akibat pencemaran merkuri dan limbah perkebunan sawit.
Buaya, sebagai predator puncak di lingkungan tersebut, juga turut terkena dampaknya.
Peristiwa ini membuat warga sekitar kehilangan sumber daya ikan selama hampir setahun, yang sebelumnya menjadi andalan mereka.
Upaya Pemerintah dan Tantangan yang Menghadang
Pemerintah Kabupaten Gunung Mas dan Provinsi Kalimantan Tengah telah berupaya untuk menertibkan aktivitas penambangan emas liar.
Salah satu langkah yang menjadi kebijakan adalah dengan mendorong para penambang untuk beralih ke sektor perkebunan, seperti kelapa sawit.
Bupati Gunung Mas, Hambit Bintih, mengatakan pihaknya telah menyediakan 1 juta bibit kelapa sawit bagi masyarakat sebagai alternatif mata pencaharian.
Namun, upaya ini masih menghadapi banyak tantangan karena banyak warga yang masih bergantung pada tambang emas sebagai sumber penghidupan utama.
Selain itu, Gubernur Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang, juga meminta adanya pembentukan wilayah pertambangan rakyat (WPR) yang terlokalisasi, sehingga penambang dapat lebih mudah dalam pengawasan dan pencemaran lingkungan dapat lebih minimal.
Namun, hingga saat ini, proses pembentukan WPR masih dalam tahap perencanaan.
Tindakan yang Harus Segera Terwujud
Untuk mengatasi pencemaran merkuri di Sungai Kahayan dan daerah sekitarnya, perlu adanya langkah-langkah konkret dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi lingkungan.
Penerapan regulasi yang ketat terhadap penggunaan merkuri, pengolahan limbah yang ramah lingkungan, serta program-program edukasi bagi masyarakat mengenai bahaya merkuri adalah beberapa langkah yang dapat membantu mengurangi dampak pencemaran ini.
Krisis pencemaran air akibat merkuri di Kalimantan Tengah bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.
Upaya bersama dalam menanggulangi masalah ini sangat penting untuk memastikan keberlanjutan lingkungan dan keselamatan generasi mendatang.