DiksiNasi, Jakarta – Kontroversi tentang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang baru saja terbit, telah memicu polemik di masyarakat.
Salah satu poin kontroversial dalam aturan ini adalah Pasal 103 yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, dan sejumlah tokoh lainnya mengkritik keras ketentuan ini, yang dinilai dapat disalahartikan sebagai legalisasi hubungan seksual di kalangan remaja.
Perjelas Diksi yang Ambigu
Netty Prasetiyani Aher, dalam pernyataannya, menegaskan bahwa aturan ini perlu mendapat penjelasan.
Dia berpendapat, agar tidak memicu anggapan bahwa pemerintah mendukung perilaku seks bebas di kalangan remaja.
“Aneh, kalau anak usia sekolah dan remaja mendapat pembekalan alat kontrasepsi. Apakah maksudnya, untuk memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan?” ujarnya dalam keterangan tertulis dari situs resmi DPR RI.
Selain itu, Netty juga mengkritik pasal yang menyebutkan tentang “perilaku seksual yang sehat, aman, dan bertanggung jawab” bagi remaja.
Ia mempertanyakan apakah edukasi semacam ini justru membuka peluang bagi seks sebelum menikah, selama melakukanya dengan tanggung jawab.
Kontroversi ini tidak hanya berhenti di kalangan DPR.
Senator DPD RI, Hilmy Muhammad, yang lebih familiar sebagai Gus Hilmy, juga memberikan pandangan serupa.
Ia menilai pemerintah kurang teliti dalam merumuskan PP ini, terutama terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja.
“Masa kita mau menunjukkan bentuk fisik alat kontrasepsi kepada anak sekolah? Ini sangat kontroversial,” tegasnya dalam sebuah wawancara.
PP 28 Tahun 2024 Harus Mendapat Revisi
Gus Hilmy mendesak agar pasal tersebut mendapat revisi, atau setidaknya melakukan perubahan redaksional agar tidak menimbulkan multitafsir.
Menurutnya, kata “menyediakan” sebaiknya berganti dengan “mengedukasi” untuk menghindari salah tafsir yang bisa memicu polemik lebih lanjut.
Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin juga turut angkat bicara mengenai polemik ini. Ia menegaskan bahwa implementasi PP 28/2024 memerlukan kajian mendalam dan diskusi dengan berbagai pihak, termasuk lembaga keagamaan.