Rokok ilegal sering diproduksi di tempat yang tidak higienis dan menggunakan bahan baku yang berbahaya.
“Rokok ilegal berisiko mengandung kadar tar dan nikotin yang tidak terkontrol. Bahkan ada kekhawatiran bahwa bahan baku tembakau, mungkin tercemar hama atau jamur,” tambahnya.
Operasi Tersembunyi
Selain itu, Budi menjelaskan bahwa banyak pabrik rokok ilegal beroperasi secara sembunyi-sembunyi, sering kali di rumah kontrakan, bukan di pabrik resmi.
Penindakan juga berlangsung terhadap warung-warung yang menjual rokok dengan pita cukai bekas.
Pelanggar akan mendapat denda dua kali lipat dari nilai cukai barang yang terjaring.
“Pelanggar yang menjual rokok ilegal atau menggunakan pita cukai bekas akan mendapat denda dua kali lipat dari nilai cukai barang tersebut,” tegasnya.
Selain fokus pada rokok ilegal, Bea Cukai juga tengah mengkaji penerapan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan sebagai upaya mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat.
“Pemerintah sedang mempertimbangkan penerapan cukai pada minuman berpemanis, namun masih menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan dan DPR,” terang Budi.
Harapannya, kebijakan ini dapat menekan konsumsi berlebihan tanpa mengganggu keberlangsungan usaha.
“Dengan berbagai upaya tersebut, Bea Cukai berharap dapat menekan peredarannya serta meminimalkan dampak negatifnya terhadap kesehatan masyarakat dan pendapatan negara,” pungkasnya.