Drama Digital dan Batas Etika
Dalam unggahannya, Codeblu berdalih bahwa review tersebut bertujuan menyampaikan kritik demi kesehatan publik.
Namun di mata Clairmont, itu hanyalah konten sensasional yang merugikan.
Sengkarut ini memicu perdebatan luas: apakah konten kreatif bisa membenarkan tuduhan sepihak?
Ataukah ini contoh klasik kebebasan berekspresi yang melewati batas?
Tidak Ada Unsur Pemerasan, Tapi…
Isu sempat memanas dengan tudingan pemerasan senilai Rp350 juta.
Namun Clairmont membantah telah melaporkan Codeblu atas tuduhan itu.
Fokus utama mereka tetap pada penyebaran informasi yang tidak benar dan menyesatkan publik.
“Tidak semua orang dengan kamera bisa seenaknya menghakimi tanpa dasar. Kritik harus berdasarkan fakta, bukan sekadar clickbait,” ujar Dedi.
Jalan Panjang ke Pengadilan
Jika laporan pidana tidak membuahkan hasil, Clairmont mempertimbangkan langkah perdata untuk menuntut ganti rugi.
Kasus ini pun menjadi preseden penting bagi para pelaku konten digital dan pelaku usaha: bahwa ulasan viral bisa jadi pedang bermata dua.
Simbol Benturan Era Digital
Yang bermula dari sepotong nastar kini berubah menjadi kasus hukum bernilai miliaran.
Di tengah gempuran algoritma, reputasi sebuah brand bisa hancur hanya karena satu unggahan yang belum tentu terverifikasi.
Bagi publik, ini pengingat bahwa konten di media sosial tak selalu netral.
Bagi kreator, ini sinyal bahaya tentang pentingnya akurasi dan tanggung jawab dalam menyampaikan kritik.
Komentar