DiksiNasinews.co.id,Jakarta – Gerakan 30 September (G30S) adalah sebuah peristiwa tragis dalam sejarah Indonesia yang terjadi selama satu malam, dari tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965. Peristiwa ini mengakibatkan gugurnya enam jenderal dan seorang perwira militer Indonesia, yang kemudian jenazahnya dimasukkan ke dalam suatu lubang sumur tua di area Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Sejarah
G30S, yang memiliki berbagai penyebutan seperti GESTOK (Gerakan Satu Oktober), GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh), dan selanjutnya G30S/PKI (Gerakan 30 September PKI) selama masa Orde Baru, merupakan sebuah peristiwa dengan latar belakang kudeta. Sejarah tragis ini berawal dari ketegangan antara militer dan PKI (Partai Komunis Indonesia).
Pada awal tahun 1965, Presiden Soekarno, atas saran dari PKI, memiliki ide tentang Angkatan Kelima yang akan berdiri sendiri terlepas dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Namun, petinggi Angkatan Darat menolak ide ini, meningkatkan ketegangan antara militer dan PKI.
Sejak tahun 1963, pimpinan PKI secara aktif memprovokasi bentrokan antara aktivis massa mereka dengan polisi dan militer. Mereka juga mencoba menginfiltrasi polisi dan tentara dengan slogan “kepentingan bersama.” Di bulan Agustus 1964, DN Aidit, pemimpin PKI, mengilhami slogan “Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi.”
Perang Ideologi
Pada akhir 1964 dan awal 1965, ribuan petani anggota Barisan Tani Indonesia (BTI) mencoba merebut tanah dengan dasar Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Propaganda PKI yang menyatakan bahwa petani berhak atas setiap tanah, tanpa memandang pemiliknya, memicu bentrokan dengan polisi dan pemilik tanah.
Pada permulaan 1965, buruh juga mencoba mengambil alih perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik Amerika Serikat. Pimpinan PKI mulai terlibat secara resmi di dalam pemerintahan. Kepemimpinan PKI mencoba menciptakan ilusi bahwa angkatan bersenjata adalah bagian dari revolusi demokratis “rakyat.”
Pada saat yang sama, jenderal-jenderal militer tingkat tinggi juga menjadi anggota kabinet. Kepemimpinan PKI dan militer berusaha untuk menjaga stabilitas, dengan PKI meyakinkan bahwa nasionalisasi angkatan bersenjata adalah untuk memperkuat negara.
Angkatan Ke 5
Namun, tindakan dan penyebaran ideologi komunis oleh PKI meningkatkan ketegangan dan mengganggu hubungan di antara kelompok politik. Keputusan yang kontroversial seperti pembentukan “angkatan kelima” di dalam angkatan bersenjata, yang beranggotakan pekerja dan petani bersenjata, menimbulkan ketidakharmonisan yang lebih dalam antara militer dan PKI.