M. Faisal, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, memperingatkan bahwa kenaikan PPN bisa semakin menekan daya beli masyarakat.
Ia menyarankan pemerintah untuk mengutamakan redistribusi pendapatan guna meredam inflasi dan memastikan masyarakat tetap memiliki daya beli yang cukup.
Kewajiban Pemerintah
Menanggapi kekhawatiran ini, pemerintah menjanjikan kebijakan afirmatif berupa pembebasan pajak untuk sejumlah barang kebutuhan pokok dan jasa penting seperti kesehatan, pendidikan, serta makanan-minuman di restoran.
Sri Mulyani memastikan ada banyak keringanan pajak yang bisa membantu meringankan beban masyarakat.
Meski demikian, pelaku usaha kecil seperti Galih Pambudi, pedagang di Yogyakarta, mengaku dilema.
“Penjualan sudah menurun, kenaikan PPN pasti akan menaikkan harga barang. Ini bisa memengaruhi keberlanjutan usaha kecil seperti kami,” ujarnya.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Ekonom Yusuf Rendy Manilet dari CORE menilai bahwa pemerintah harus memastikan sektor ekonomi strategis tetap tumbuh sebelum memberlakukan tarif pajak baru.
Redistribusi pendapatan dan insentif kepada dunia usaha menjadi langkah penting untuk menekan dampak negatif.
Sementara itu, Menteri Keuangan mengimbau masyarakat untuk melihat kenaikan PPN sebagai kontribusi bersama dalam membangun negeri.
“Kesehatan APBN adalah fondasi untuk menghadapi tantangan besar, dari pandemi hingga krisis global,” tegasnya.
Kesimpulan
Kenaikan PPN menjadi 12% adalah langkah berani untuk memperkuat APBN.
Namun, pemerintah harus bekerja keras meyakinkan masyarakat bahwa manfaatnya akan dirasakan langsung, sekaligus memastikan kebijakan ini tidak memperburuk daya beli dan kinerja sektor usaha.
𝗞𝗲𝗯𝗶𝗷𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗣𝗣𝗡 𝟭𝟮% 𝗱𝗶 𝟮𝟬𝟮𝟱: 𝗦𝗶𝗮𝗽𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗔𝗸𝗮𝗻 𝗗𝗶𝗿𝘂𝗴𝗶𝗸𝗮𝗻? Baca selengkapnya dalam ‘Indonesia Economic Outlook 2025’ yang baru saja diterbitkan LPEM FEB UI https://t.co/H307ddKnIn#PPN12% #LembagaPenyelidikanEkonomiMasyarakat #research pic.twitter.com/KjU4xNdV5M
— LPEM FEB UI (@LPEMFEBUI) November 15, 2024