“Kita bisa ambil hikmahnya, meskipun kita sudah dianiaya, uangnya malah diambil oleh yang menzalimi,” tambah anggota lainnya.
Lebih menyayat hati, seorang ibu dalam grup WhatsApp menyampaikan rasa kecewa dan sedihnya. Dia mengungkapkan bahwa uang yang seharusnya untuk membayar ujian sekolah anaknya ternyata dia gunakan untuk mengikuti aplikasi bodong tersebut.
“Belum pernah saya dapatkan keuntungannya. Mendengar kabar seperti ini, sungguh menyedihkan. Mana uang untuk biaya sekolah anak ujian,” tulisnya dengan penuh kesedihan.
Perubahan Jadwal Penarikan yang Tidak Pasti
Kekecewaan mencapai puncak ketika janji penarikan dana yang semula terjadwal pada 20 Maret 2024, mundur tanpa kejelasan. Pemain Smart Wallet menghadapi realita penundaan yang berujung pada ketidakpastian.
Perubahan nama akun penerima dana menjadi “Anugerah Pratama Djaya” semakin menimbulkan spekulasi dan ketidakpercayaan di antara member. Pengumuman perubahan jadwal penarikan dana karena “gangguan teknis” hanya menambah deretan alasan yang tidak masuk akal.
Kini, ribuan korban di Indonesia menuntut keadilan dengan melaporkan kasus ini ke pihak berwajib. Pemerintah pun tidak tinggal diam dengan memblokir aplikasi Smart Wallet karena melanggar hukum dengan melakukan perdagangan tanpa izin.
Di Kabupaten Pandeglang, Banten, aplikasi dengan skema Ponzi seperti Smart Wallet bukanlah hal baru. Kepala Diskominfo setempat mengingatkan masyarakat tentang bahaya terjebak dalam janji-janji aplikasi skema Ponzi yang menjanjikan keuntungan berlipat dengan modal minim.
Kasus Smart Wallet menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya kehati-hatian dalam berinvestasi. Di era digital ini, janji keuntungan cepat bisa jadi jerat yang merugikan. Pemerintah, mengimbau masyarakat untuk selalu melakukan pengecekan dan verifikasi terhadap platform investasi yang mereka gunakan agar tidak terjebak dalam skema penipuan yang merugikan.