NICA mengambil alih Hotel Yamato yang sebelumnya diduduki Jepang dan mengibarkan Bendera Merah Putih Biru milik negara Kinir Angin tersebut di atap Hotel. Mengetahui hal tersebut sontak warga surabaya terpicu amarahnya karena mereka anggap NICA sudah melecehkan Merah Putih yang menjadi bukti kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga : LPSE Hambat Masyarakat Ketahui Informasi Publik, Ada Apa Sebenarnya ?
Baca Juga :Limbah B3 Ciamis Belum Dikelola Secara Serius Siapa Yang Harus Bertanggung Jawab ?
Warga minta Belanda segera menurunkan bendera mereka, kerumunan massa terkumpul di depan halaman hotel untuk melakukan aksi protes terhadap pihak Belanda.
Perundingan Belanda dengan Indonesia yang dilakukan pada 27 Oktober 1945 tidak menemukan titik temu dan malah semakin meruncing. Salah satu tentara Belanda yang ikut serta saat itu Ploegman mengeluarkan senjata api laras pendeknya dan perkelahian pun tidak terhindarkan.
Sidik menerjang Ploegman dan terjadilah pergumulan diantara keduanya, hingga akhirnya Sidik berhasil mencekik Ploegman hingga tewas di Hotel Yamato. Kericuhan dan kekacauan langsung terjadi buntut dari pertikaian tersebut.
Ditengah keributan yang terjadi dua orang pemuda pemberani Hariyono dan Koesno Wibowo tidak terlibat dalam perkelahian namun lebih memilih memanjat ke atap Hotel hingga berhasil meraih bendera Belanda dan merobek bagian Biru sehingga tersisa Merah dan Putih saja.
Setelah kejadian perobekan bendera, kedua belah pihak sepakat untuk melakukan gencatan senjata dengan menandatangani perjanjian pada 29 Oktober 1945. Namun tidak lama berselang kembali pecah bentrokan yang menyebabkan komandan tentara Inggris waktu itu Brigadir Jendral Mallaby tewas tertembak serta mobil pengantarnya hancur diledakkan oleh milisi.
Mayor Jendral Robert Mancergh ditunjuk untuk menggantikan Mallaby, dan membuat ultimatum yang berbunyi agar semua orang indonesia bersenjata harus dilucuti dan melapor ke tempat yang sudah ditentukan. Batas ultimatum ditetapkan sampai pukul 06.00 Waktu setempat 10 November 1945. Mancergh meminta semua orang Indonesia menyerahkan diri dengan mengangkat tangan.
Sontak hal tersebut membuat rakyat Surabaya geram dan terjadilah peperangan selama tiga minggu. Tokoh perjuangan yang menggerakkan rakyat Surabaya antara lain Sutomo (Bung Tomo), K.H. Hasyim Asyari, dan Wahab Hasbullah.
Gelora Bung Tomo pada pertempuran itu yang melegenda dan selalu dikenang di setiap benak insan rakyat Indonesia hingga kini. Dengan penuh semangat dan berapi – api beliau mengobarkan seruan perjuangan terhadap seluruh pendengar radio. Semboyan Hidup atau Mati pun lahir dari peristiwa tersebut.