Kota Tasikmalaya Punya Cerita Patriotisme Abdul Wahid Pendiri Toko Azad, Pahlawan yang Dilupakan

banner 468x60
Foto : Abdul Wahi (Sumber: Youtube Priangannews). Abdul Wahid Pendiri toko Azad, pria keturunan India yang mempunyai jiwa patriotisme tinggi yang membela tanah air Indonesia.
Foto : Abdul Wahid (Sumber: Youtube Priangannews).
Abdul Wahid Pendiri toko Azad, pria keturunan India yang mempunyai jiwa patriotisme tinggi yang membela tanah air Indonesia.

DiksinasiNews.co.id, PURWADIKSI – Bagi yang sering berkunjung ke Kota Tasikmalaya, Jawa Barat (Jabar) cobalah untuk menyusuri Jalan Cihideung, Yudanagara, Kecamatan Cihideung. Di pertigaan jalan yang berseberangan dengan mall Mayasari Plaza, berdiri sebuah toko kain yang sarat akan sejarah.

Didirikan puluhan tahun lalu, toko Azad textile memiliki kisah sejarah yang sangat penting bagi kota Tasikmalaya dan kemerdekaan Republik Indonesia (RI).

banner 336x280

Di balik toko kain terlengkap dan termurah di priangan timur ini, kisah sejarah penting itu terdapat pada sosok pengusaha hebat yang memiliki jiwa patriotisme tinggi pada masa penjajahan.

Tak banyak yang tahu bahwa kenapa toko kain ini dinamakan Azad. Ada yang mengira, bahwa Azad adalah nama dari tokoh pendirinya. Namun hal demikian bukanlah yang sebenarnya. Melainkan nama itu tersemat lantaran jiwa patriotisme juga semangat dan kecintaanya terhadap kemerdekaan RI, untuk itu ia menyematkan nama atau kata yang berasal dari negara India. Nama itu adalah “Azad” yang berarti “Merdeka”.

Siapakah tokoh penyemat nama Azad di toko kain terlaris di kota resik itu? 

Sosok di balik kisah toko Azad textile yang sarat akan sejarah perjuangan RI itu tak lain ialah “Abdul Wahid”, pria asal India yang meneruskan usaha ayahnya di Indonesia.

Meskipun bukan asli berkebangsaan RI, namun seorang pengusaha yang memiliki jiwa nasionalisme itu sangat berperan penting bagi perjuangan kemerdekaan RI.

Sebelum berlanjut mengulas tentang asal-usul toko Azad, Redaksi akan membagikan kisah awal mula Abdul Wahid pendiri toko Azad bisa menginjakan kakinya di bumi Pasundan hingga akhirnya menetap di Kota Tasikmalaya, yang dirangkum dari berbagai sumber.

Berikut kisahnya !

Pada akhir abad ke-19, beberapa orang muslim dari India mulai berdatangan ke Indonesia. Sebagian dari mereka bahkan sampai melakukan ekspansi dagangnya, hingga ke Jabar dan Tasikmalaya.

Baca selengkapnya: di sini

Agama Islam yang mengajarkan tentang kerukunan, juga kesamaan keyakinan agama memudahkan mereka untuk berbaur dan bergaul dengan Sunda pribumi.

Dikutip dari jernih.co, selama menetap, mereka menjadi bagian di majelis-majelis agama yang diasuh para ulama besar Tasikmalaya, seperti Syekh Ahmad Sudja’i (Mama Gudang) dan Syekh Abdullah Mubarok Suryalaya (Abah Godebag).

Orang India yang datang ke Tasikmalaya adalah Raheem Baks. Tiba di daerah Ciawi sekitar 1890-an, beliau adalah keluarga bangsawan dari Bassi Daulat Khan, Distrik Hoshiarpur, wilayah bagian Punjab, India.

Meski belum menetap di Ciawi, Raheem membuka usaha pabrik minyak sereh (Citronella java oil) untuk diekspor ke India. Pabrik penyulingan minyak sereh itu cukup maju, karena produknya bisa mengalahkan jenis minyak sereh jenis ceylon dari Sri Langka yang sebelumnya menjadi primadona pasar ke Timur Tengah, Eropa, dan India.

Dari situlah, Raheem mengenalkan bisnis kepada anak-anaknya, wabilkhusus kepada Abdul Wahid. Sejak 1920-an, Raheem Baks sering mengajak Abdul Wahid pendiri toko Azad, yang kala itu masi tinggal di india India, untuk mengunjungi pabriknya dan dilatih untuk bisa meningkatkan hasil produksi minyak sereh yang saat itu menjadi komoditas unggulan di Singapura dan India. Pada saat itu, Abdul Wahid masih berusia 14 tahun.

Sepeninggal Raheem Baks, 1930-an, Abdul Wahid meneruskan usaha ayahnya. Namun dalam menjalankan usahanya, Abdul Wahid tidak menetap di Tasikmalaya.

Pabrik minyak sereh itu bertahan cukup lama, meski dihantam gejolak ekonomi akibat perang dunia kedua. Terjadi perebutan kekuasaan antara Jepang dan Sekutu di Singapura dan beberapa negara Asia Tenggara.

Pascakemerdekaan RI, 1945, pabrik sereh itu mulai meredup. Jiwa Nasionalisme nya terlihat kalanitu. Abdul Wahid mengorbankannya pabriknya untuk kepentingan perjuangan kemerdekaan RI. Pada masa agresi militer Belanda, pabrik sereh itu dijadikan markas milisi Divisi Siliwangi yang dipimpin oleh Jendral A.H. Nasution.

Abdul Wahid Azad, ia yang lahir pada 1915 itu adalah seorang nasionalis yang memiliki andil cukup besar dalam memertahankan kemerdekaan RI. Demikian pula adiknya, Abdul Majid, dikenal sebagai orang yang sangat berani ketika menghadapi orang-orang Belanda. Di tanah kelahirannya, India, keduanya aktif dalam pergerakan kemerdekaan India dari penjajahan Inggris.

Abdul Wahid pendiri toko Azad memiliki latar belakang militer. Sementara Abdul Majid lebih pada perjuangan politik. Dia bergabung dalam Indian National Congress (NIC) yang merupakan organisasi pergerakan neo-nasionalis pertama yang melawan Kolonialisme Inggris di wilayah Asia hingga Afrika.

Semenjak tinggal di Tasikmalaya, Abdul Wahid dan adiknya banyak terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Semangat kecintaanya terhadap Nusantara semakin hari kian terbentuk, bukan hanya soal materi, bahkan hingga mereka rela mengorbankan segenap tumpah darahnya.

Sebelum kembali ke Tasikmalaya pada tahun 1941, Abdul Wahid pendiri toko Azad dikenakan wajib militer. Dia bergabung dalam Korps III India yang merupakan bagian British Indian Army.

Korps III India ini adalah divisi tentara persemakmuran Inggris yang anggotanya orang-orang India. Korps ini dipersiapkan Inggris untuk menghadapi kekuatan Jepang di Semenanjung Malaya.

Pada pertengahan 1941, bersama korps III India, Abdul Wahid dikirim ke Pangkalan Militer Inggris Asia Tenggara di Singapura. Dia harus rela meninggalkan isterinya, Aisha Sadiqah, dan anak sulungnya Nissar Ahmad yang diketahui pada tahun 90’an kerap mewakafkan tanahnya untuk dibangunkan pesantren, selama bertahun-tahun. Ketika itu, keluarganya masih menetap di India.

Sementara, perjalanan Abdul Wahid dalam peperangan tidaklah mudah. Tak jarang ia harus menghadapi masa-masa paling sulit dalam hidupnya. Terlebih dalam peperangan melawan Jepang, balatentara Inggris menderita kekalahan.

Pada Februari 1942, Abdul Wahid bersama kawanan tentara Korps III India dilumpuhkan militer Jepang di Semenanjung Malaya. Abdul Wahid bersama kawanannya menjadi tawanan militer Jepang di Singapura.

Sempat menjadi bulan-bukanan Jepang, nasib Abdul Wahid dan tentara Korp III India mujur. Pada 1943, tokoh kemerdekaan bangsa India bernama Chandra Bose menyelamatkan Abdul Wahid dan kawanan tentara Korps III India dari kebengisan tentara Jepang. Chandra Bose yang bersekutu dengan Jepang, datang dari pelariannya di Jerman.

Dengan dukungan senjata dan dana dari Jerman, Italia dan Turki, Abdul Wahid membawa misi untuk mendirikan Pemerintahan India Sementara, yang dikenal dengan sebutan Azad Hind yang artinya India Merdeka, Chandra Bose membebaskan Korps III India dari tawanan tentara Jepang. Sejak saat itu, Abdul Wahid bergabung dalam Indian National Army (INA) yang dipimpin Chandra Bose untuk meraih Azad Hind.

Pada Oktober 1943, Abdul Wahid menjadi bagian dari tentara Pemerintahan India Sementara yang berpusat di kepulauan Andaman dan Nicobar. Di bawah komando Chandra Bose, Indian National Army memiliki tugas untuk merebut Burma dan Borneo dari tangan Inggris. Namun pada saat akan dikirim ke Borneo, Abdul Wahid batal pergi karena terkena wabah penyakit kulit.

Abdul Wahid kembali selamat dari ancaman kematian, karena dalam misi itu tentara INA menderita kekalahan dan semuanya tewas dalam pertempuran.

Kisah selanjutnya berlanjut pada tahun 1944, kekuatan militer Inggris dan sekutu berhasil mengalahkan Jepang dan kembali menguasai Semenanjung Malaya.

Kekuatan Indian National Army (INA) hancur porak poranda. Abdul Wahid terdesak untuk menyelamatkan diri dari ancaman tentara Inggris dan sekutunya. Dalam benak Abdul Wahid, Tasikmalaya adalah satu-satunya rumah terbaik agar menjadi orang yang merdeka. Apalagi pada saat itu, Tasikmalaya masih dikuasai oleh tentara Jepang.

Sesampainya di Tasikmalaya, Abdul Wahid meneruskan kembali usaha orang tuanya dan membuka toko di kawasan pertokoan Cihideung.

banner 336x280