Pak Luky perlu diketahui, kami ini di Riau 25,68% miskin plus ekstrem. Miskin terbanyak itu di Meranti, di Riau itu ada di Meranti. Tapi kok teganya, minyak kami, duit kami tidak diberikan.
Bagaimana cara penghitungannya yang pas. Hampir 8.000 barel per hari. Mulai bulan 6 semenjak konflik Rusia-Ukraina, harga minyak naik, tapi kok (DBH) malah turun. Untuk Bapak ketahui, tahun ini kami menerima cuma Rp 115 miliar, naiknya cuma Rp 700 juta saja. Liftingnya naik, asumsinya US$ 100 barel, lah kok naiknya cuma Rp 700 juta.
Selanjutnya DAU tahun ini 2022, gaji PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) Meranti itu seharusnya tanggung jawab pusat, menjadi tanggung jawab kabupaten. Itu hebatnya. Ini mungkin perlu diselidiki.
Saya kemarin dipanggil ketemu Pak Tito (Menteri Dalam Negeri) minta petunjuk selaku pembina saya. Saya mau gugat Pak Jokowi. Daerah miskin, penghasil minyak. Kami hasilkan minyak dari 1973. Minyak kami ada 222 sumur, yang baru sekarang tambahan 13 plus besok tahun 2023 ada 19.
Bapak mau tahu, saya tambahkan lagi informasi. Ada 103 sumur (minyak) di Kabupaten Meranti sudah kering diambil oleh (pemerintah) pusat, tidak tahu saya untuk di mana. Sekarang tinggal beberapa lagi kira- kira.
Surga Tersembunyi di Garut Selatan yang Wajib Dikunjungi
Minta Pemerintah Stop Aktivitas Pengeboran
Bupati Meranti M Adil meminta kepada pemerintah pusat menghentikan pengeboran minyak di wilayahnya. Permintaan itu ia sampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengelolaan Belanja dan Pendapatan Daerah se-Indonesia pada Kamis (8/12) lalu. Ia mengatakan permintaan dilatarbelakangi oleh pembagian dana bagi hasil tambang di daerahnya. Ia mengatakan semenjak 1973 di Meranti ada 222 sumur minyak.
Pada tahun ini sumur itu bertambah 13 dan pada 2023 mendatang naik lagi 19.Tapi tambahnya, keberadaan sumur minyak itu tidak dinikmati oleh masyarakat di daerahnya.
Hal itu katanya bisa dilihat dari tingkat kemiskinan di Meranti. Ia mengatakan sekarang ini terdapat 25,68 persen penduduk miskin ekstrim di Riau.
“Itu sebagian besarnya di Meranti,” katanya.
Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Luky Alfirman merespons kemarahan Bupati Meranti M Adil soal pembagian dana bagi hasil (DBH) untuk daerahnya yang terlalu kecil.
Lucky mengatakan terkait keluhan asumsi DBH yang disampaikan Pemda Meranti tersebut, Tim Teknis DBH akan menelitinya kembali.
Dia juga menyebutkan, pembagian DBH tersebut tidak hanya diberikan kepada daerah penghasil saja, tapi juga untuk daerah-daerah perbatasan dan daerah pemerataan.
“Pada prinsipnya asumsi minyak di Meranti memang US$100 per barel, dengan rincian 85 persen ke pusat dan 15 kembali ke daerah,” ujar Luky seperti dikutip dari website Pemkab Meranti.